Di Indonesia, beberapa nematoda parasit yang berasosiasi dengan tanaman jahe adalah Meloidogyne incognita, Meloidogyne javanica, Radopholus similis, Pratylenchus coffeae, Tylenchus sp., Helicotylenchus sp., Rotylenchus sp., Aphelenchus sp., Ditylenchus sp., Pratylenchus sp. (Djiwanti 1989; Mustika 1991; 1992). Di antara nematoda tersebut, jenis nematoda yanng sering menyerang dan merugikan adalah nematoda buncak akar Meloidogyne spp. dan nematoda pelubang akar R. similis; karena tingkat populasi dan frekwensi keberadaannya cukup tinggi. Di India, M. incognita and R. similis merupakan spesies yang penting pada jahe (Sheela et al. 1995).
Di Fiji, serangan R. similis pada jahe dapat mengurangi produksi sebesar 40% (Williams 1980); sedangkan Meloidogyne spp. di Queensland dilaporkan dapat mengurangi hasil sampai 57% (Pegg et al. 1974). Selain mengurangi produksi, serangan nematoda juga dapat menurunkan kualitas dan menghambat ekspor. Pada tahun 1991, ekspor jahe Indonesia ke Jepang dan USA ditolak karena rimpangnya mengandung R. similis (Suparno 1996; Puskara 1994). Selain itu, kehilangan hasil jahe yang lebih besar dapat terjadi apabila bakteri Ralstonia solanacearum terdapat bersama-sama dengan nematoda R. similis atau Meloidogyne app., dimana jumlah tanaman layu meningkat dan terjadinya layu lebh cepat (Mustika dan Nurawan 1992). Luka akibat tusukan stilet nematoda mempermudah infeksi bakteri patogen ke dalam jaringan akar dan rimpang (Mustika 1992).
Gejala Serangan Nematoda
Nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.) menyebabkan puru atau benjolan dan busuk pada akar dan rimpang jahe (Huang 1966; Shah dan Raju 1977) (Gambar 1C). Di dalam setiap benjolan atau bintil terdapat ratusan atau ribuan telur, nimfa dan dewasa nematoda (Gambar 1D dan 1E). Tanaman yang terinfeksi berat akan kerdil, daun menguning dengan nekrosis pada bagian tepi daun.
Tanaman yang terinfeksi R. similis menjadi kerdil, vigor menurun dan bercabang (tillering). Daun paling atas menguning dengan ujung daun seperti terbakar. Tanaman cenderung lebih cepat tua dan kering. Infeksi awal terlihat sebagai luka-luka kecil basah/berair yang cekung, dangkal (Vilsoni et al. 1976; Sundararaju et al. 1979). Infeksi parah menyebabkan rimpang menjadi busuk, kering, berwarna colkat dan adanya luka-luka atau berlubang (Gambar 1B) (Mustika 1991). Bila rimpang terserang dipotong melintang tampak luka-luka berwarna cokelat pada batas antara bagian rimpang sakit dengan yang masih sehat. Dengan menggunakan mikroskop, biasanya dari bagian yang sakit tersebut ditemukan R. similis. Gejala serangan R. similis pada rimpang atau akar tidak mudah dikenali, tetapi dengan pengamatan yang cermat akan terlihat berupa bintik-bintik berwarna hitam. 3.2. Perkembangan dan Penyebaran Penyakit
Nematoda parasit tersebut di atas hampir ditemukan di setiap pertanaman jahe di Indonesia, antara lain Bengkulu, Jawa Barat dan Sumatra Utara (Mustika 1991). Penyebaran nematoda dapat terjadi melalui tanah, alat-alat pertanian, migrasi alamiah dan aliran air hujan. Penyebaran yang lebih luas lagi terjadi melalui rimpang yang terinfeksi, yang kemudian dijadikan benih. Pengendalian nematoda parasit jahe menjadi cukup sulit; karena selain dapat terbawa benih, air dan tanah, nematoda terutama nematoda buncak akar Meloidogyne spp. kisaran inangnya cukup luas dan persisten di dalam tanah. Selain pada jahe, R. similis dan Meloidogyne spp. juga menyerang tanaman temu-temu lainnya, seperti lempuyang hitam (Z. ottensii), lengkuas (Alpinia galanga), kunyit (C. domestica), temulawak (C. xanthorrhiza), temu putih (C. zedoaria) dan kapolaga (Elettaria cardamomum).
Di dalam tanah, R. similis bertahan hidup selama 6 bulan (Dropkin, 1980). R. similis dapat bertahan selama 3 bulan sampai 1 tahun dalam rimpang jahe yang disimpan pada keadaan suhu kamar. Pada inang yang cocok, siklus hidup R. similis berlangsung selama kurang lebih 3 minggu untuk satu generasi. Dalam biakan potongan wortel siklus hidup R. similis adalah 35 hari pada suhu 20 - 30° C dengan suhu optimumnya 27° C (Mustika 1990).
R. similis adalah nematoda endoparasit migrator, setelah masuk ke dalam akar, nematoda berpindah-pindah diantara jaringan akar dan rimpang, makan dan berkembang biak (Williams dan Siddiqi 1973; Vilsoni et al. 1976) dan menimbulkan saluran-saluran infeksi yang besar atau berongga di dalam rimpang. Sedangkan Meloidogyne spp., setelah masuk ke dalam jaringan akar atau rimpang, nematoda menetap (sedentary) dan infeksinya menyebabkan puru atau benjolan pada akar atau rimpang dan di dalam setiap benjolan atau bintil terdapat ratusan atau ribuan telur, nimfa dan dewasa nematoda (Huang 1966; Shah dan Raju 1977).
Penularan penyakit terutama melalui rimpang yang telah mengandung (terinfeksi) nematoda parasit yang kemudian dijadikan benih.
3.3. Pengendalian/penanggulangan
Pengendalian nematoda parasit jahe dapat dilakukan secara terpadu melalui pemilihan benih rimpang sehat, pemulsaan, perlakuan air panas pada benih rimpang penggunaan bahan kimia toksik (pestisida) dan pemanfaatan musuh alami nematoda parasit jahe.
a. Pemilihan benih rimpang sehat
Rimpang yang terinfeksi nematoda merupakan sumber utama dari penyebaran nematoda yang lebih luas di lapang. Cara terbaik untuk mengendalikan penyakit oleh nematoda adalah dengan penggunaan rimpang sehat bebas nematoda untuk bahan tanaman dan menyingkirkan rimpang-rimpamng benih yang menunjukkan gejala luar terserang nematoda.
b. Pemulsaan
Mulsa daun-daun hijau sebanyak 2,5 kg/m2 seperti daun mahaneem (Melia azadirachta), karanj (Pongamia glabra) dan mangga (Mangifera indica). Mulsa diaplikasikan pada saat tanam dan diulang selama masa pertumbuhan, selain dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan, jumlah tillers dan hasil, juga dapat bersifat nematisidal (Das 1999). Di Queensland, pemberian serbuk gergaji dengan ketebalan 5-7,5 mm dapat menekan perkembangan nematoda (Pegg et al. 1974). c. Perlakuan air panas
Selain itu, perlakuan air hangat pada rimpang jahe dapat menekan serangan nematoda di pertanaman (Pegg et al. 1974). Perlakuan air panas 50ÂșC selama 10 menit pada rimpang-rimpang benih sebelum tanam, efektif mengurangi jumlah puru per rimpang sebesar 96,17% (Djiwanti dan Balfas 2010).
d. Penggunaan pestisida
Ray et al. (1995) melaporkan bahwa aplikasi carbofuran pada tanah 3 kg/ha tiga minggu setelah tanam jahe dapat mengurangi kehilangan hasil oleh Meloidogyne incognita sampai 26,3% dan mengurangi index puru akar (“gall”) oleh nematoda cukup tinggi dibandingkan tanpa perlakuan.
Harni (1999) melaporkan bahwa semua produk jarak yang diuji (ekstrak daun, biji, bungkil dan minyak) pada konsentrasi 5%,dapat menekan populasi Meloidogyne spp. pada jahe di rumah kaca sekitar 59,66 – 70,20%. Aplikasi mimba pada jahe terserang nematoda Meloidogyne sp. di lapang menekan gejala puru akar sampai 91,73% (Djiwanti dan Balfas 2010).
e. Pengendalian hayati
Hasil penelitian terakhir menunjukkan formulasi rhizobakteri Pasteuria penetrans dapat menekan serangan dan populasi M. incognita dan R. similis pada tanaman jahe (Mustika, 1998; Harni dan Mustika, 2000). Jamur penjerat nematoda (Arthrobotrys sp., Dactylaria sp. dan Dactylella sp.) dibiakkan pada media jagung dan diaplikasikan pada jahe untuk pengendalian nematoda Meloidogyne spp. (Harni dan Mustika 2000).
f. Pengendalian terpadu
Mohanty et al. (1995) melaporkan bahwa aplikasi mimba (neem cake) 1 ton/ ha sebelum tanam diikuti dengan aplikasi carbofuran 1 kg a.i./ ha 45 hari setelah tanam memberikan hasil terbaik dalam menekan populasi dan intensitas serangan nematoda serta meningkatkan hasil jahe.
Di India, Kaur (1987) melaporkan bahwa bungkil mimba 2 ton/ ha dikombinasikan dengan penggunaan kotoran sapi 25-30 ton/ ha dan mulsa dedaunan hijau 10-12 ton/ ha sebanyak 2 kali, membantu mengurangi perkembangan populasi nematoda (Kaur 1987). Djiwanti dan Balfas (2010) melaporkan bahwa perlakuan air panas 50o C 10 menit pada rimpang jahe sebelum tanam diikuti dengan pemberian tepung biji mimba 30 g per tanaman setelah tanam di lapang memberikan hasil terbaik dalam menekan gejala puru Meloidogyne sp. pada rimpang (100%) dan meningkatkan hasil sampai 107,23%. Sedangkan perlakuan rimpang benih dengan carbosulfan ST sebelum tanam diikuti pemberian tepung biji mimba sesudah tanam dapat menekan puru pada rimpang sebesar 93,10% dan meningkatkan hasil 85,45%.
Nematoda buncak akar (Meloidogyne spp.) menyebabkan puru atau benjolan dan busuk pada akar dan rimpang jahe (Huang 1966; Shah dan Raju 1977) (Gambar 1C). Di dalam setiap benjolan atau bintil terdapat ratusan atau ribuan telur, nimfa dan dewasa nematoda (Gambar 1D dan 1E). Tanaman yang terinfeksi berat akan kerdil, daun menguning dengan nekrosis pada bagian tepi daun.
Tanaman yang terinfeksi R. similis menjadi kerdil, vigor menurun dan bercabang (tillering). Daun paling atas menguning dengan ujung daun seperti terbakar. Tanaman cenderung lebih cepat tua dan kering. Infeksi awal terlihat sebagai luka-luka kecil basah/berair yang cekung, dangkal (Vilsoni et al. 1976; Sundararaju et al. 1979). Infeksi parah menyebabkan rimpang menjadi busuk, kering, berwarna colkat dan adanya luka-luka atau berlubang (Gambar 1B) (Mustika 1991). Bila rimpang terserang dipotong melintang tampak luka-luka berwarna cokelat pada batas antara bagian rimpang sakit dengan yang masih sehat. Dengan menggunakan mikroskop, biasanya dari bagian yang sakit tersebut ditemukan R. similis. Gejala serangan R. similis pada rimpang atau akar tidak mudah dikenali, tetapi dengan pengamatan yang cermat akan terlihat berupa bintik-bintik berwarna hitam. 3.2. Perkembangan dan Penyebaran Penyakit
Nematoda parasit tersebut di atas hampir ditemukan di setiap pertanaman jahe di Indonesia, antara lain Bengkulu, Jawa Barat dan Sumatra Utara (Mustika 1991). Penyebaran nematoda dapat terjadi melalui tanah, alat-alat pertanian, migrasi alamiah dan aliran air hujan. Penyebaran yang lebih luas lagi terjadi melalui rimpang yang terinfeksi, yang kemudian dijadikan benih. Pengendalian nematoda parasit jahe menjadi cukup sulit; karena selain dapat terbawa benih, air dan tanah, nematoda terutama nematoda buncak akar Meloidogyne spp. kisaran inangnya cukup luas dan persisten di dalam tanah. Selain pada jahe, R. similis dan Meloidogyne spp. juga menyerang tanaman temu-temu lainnya, seperti lempuyang hitam (Z. ottensii), lengkuas (Alpinia galanga), kunyit (C. domestica), temulawak (C. xanthorrhiza), temu putih (C. zedoaria) dan kapolaga (Elettaria cardamomum).
Di dalam tanah, R. similis bertahan hidup selama 6 bulan (Dropkin, 1980). R. similis dapat bertahan selama 3 bulan sampai 1 tahun dalam rimpang jahe yang disimpan pada keadaan suhu kamar. Pada inang yang cocok, siklus hidup R. similis berlangsung selama kurang lebih 3 minggu untuk satu generasi. Dalam biakan potongan wortel siklus hidup R. similis adalah 35 hari pada suhu 20 - 30° C dengan suhu optimumnya 27° C (Mustika 1990).
R. similis adalah nematoda endoparasit migrator, setelah masuk ke dalam akar, nematoda berpindah-pindah diantara jaringan akar dan rimpang, makan dan berkembang biak (Williams dan Siddiqi 1973; Vilsoni et al. 1976) dan menimbulkan saluran-saluran infeksi yang besar atau berongga di dalam rimpang. Sedangkan Meloidogyne spp., setelah masuk ke dalam jaringan akar atau rimpang, nematoda menetap (sedentary) dan infeksinya menyebabkan puru atau benjolan pada akar atau rimpang dan di dalam setiap benjolan atau bintil terdapat ratusan atau ribuan telur, nimfa dan dewasa nematoda (Huang 1966; Shah dan Raju 1977).
Penularan penyakit terutama melalui rimpang yang telah mengandung (terinfeksi) nematoda parasit yang kemudian dijadikan benih.
3.3. Pengendalian/penanggulangan
Pengendalian nematoda parasit jahe dapat dilakukan secara terpadu melalui pemilihan benih rimpang sehat, pemulsaan, perlakuan air panas pada benih rimpang penggunaan bahan kimia toksik (pestisida) dan pemanfaatan musuh alami nematoda parasit jahe.
a. Pemilihan benih rimpang sehat
Rimpang yang terinfeksi nematoda merupakan sumber utama dari penyebaran nematoda yang lebih luas di lapang. Cara terbaik untuk mengendalikan penyakit oleh nematoda adalah dengan penggunaan rimpang sehat bebas nematoda untuk bahan tanaman dan menyingkirkan rimpang-rimpamng benih yang menunjukkan gejala luar terserang nematoda.
b. Pemulsaan
Mulsa daun-daun hijau sebanyak 2,5 kg/m2 seperti daun mahaneem (Melia azadirachta), karanj (Pongamia glabra) dan mangga (Mangifera indica). Mulsa diaplikasikan pada saat tanam dan diulang selama masa pertumbuhan, selain dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan, jumlah tillers dan hasil, juga dapat bersifat nematisidal (Das 1999). Di Queensland, pemberian serbuk gergaji dengan ketebalan 5-7,5 mm dapat menekan perkembangan nematoda (Pegg et al. 1974). c. Perlakuan air panas
Selain itu, perlakuan air hangat pada rimpang jahe dapat menekan serangan nematoda di pertanaman (Pegg et al. 1974). Perlakuan air panas 50ÂșC selama 10 menit pada rimpang-rimpang benih sebelum tanam, efektif mengurangi jumlah puru per rimpang sebesar 96,17% (Djiwanti dan Balfas 2010).
d. Penggunaan pestisida
Ray et al. (1995) melaporkan bahwa aplikasi carbofuran pada tanah 3 kg/ha tiga minggu setelah tanam jahe dapat mengurangi kehilangan hasil oleh Meloidogyne incognita sampai 26,3% dan mengurangi index puru akar (“gall”) oleh nematoda cukup tinggi dibandingkan tanpa perlakuan.
Harni (1999) melaporkan bahwa semua produk jarak yang diuji (ekstrak daun, biji, bungkil dan minyak) pada konsentrasi 5%,dapat menekan populasi Meloidogyne spp. pada jahe di rumah kaca sekitar 59,66 – 70,20%. Aplikasi mimba pada jahe terserang nematoda Meloidogyne sp. di lapang menekan gejala puru akar sampai 91,73% (Djiwanti dan Balfas 2010).
e. Pengendalian hayati
Hasil penelitian terakhir menunjukkan formulasi rhizobakteri Pasteuria penetrans dapat menekan serangan dan populasi M. incognita dan R. similis pada tanaman jahe (Mustika, 1998; Harni dan Mustika, 2000). Jamur penjerat nematoda (Arthrobotrys sp., Dactylaria sp. dan Dactylella sp.) dibiakkan pada media jagung dan diaplikasikan pada jahe untuk pengendalian nematoda Meloidogyne spp. (Harni dan Mustika 2000).
f. Pengendalian terpadu
Mohanty et al. (1995) melaporkan bahwa aplikasi mimba (neem cake) 1 ton/ ha sebelum tanam diikuti dengan aplikasi carbofuran 1 kg a.i./ ha 45 hari setelah tanam memberikan hasil terbaik dalam menekan populasi dan intensitas serangan nematoda serta meningkatkan hasil jahe.
Di India, Kaur (1987) melaporkan bahwa bungkil mimba 2 ton/ ha dikombinasikan dengan penggunaan kotoran sapi 25-30 ton/ ha dan mulsa dedaunan hijau 10-12 ton/ ha sebanyak 2 kali, membantu mengurangi perkembangan populasi nematoda (Kaur 1987). Djiwanti dan Balfas (2010) melaporkan bahwa perlakuan air panas 50o C 10 menit pada rimpang jahe sebelum tanam diikuti dengan pemberian tepung biji mimba 30 g per tanaman setelah tanam di lapang memberikan hasil terbaik dalam menekan gejala puru Meloidogyne sp. pada rimpang (100%) dan meningkatkan hasil sampai 107,23%. Sedangkan perlakuan rimpang benih dengan carbosulfan ST sebelum tanam diikuti pemberian tepung biji mimba sesudah tanam dapat menekan puru pada rimpang sebesar 93,10% dan meningkatkan hasil 85,45%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar