Air merupakan bagian yang terpenting di dalam tanaman, lebih kurang 80% dari tanaman merupakan air. Air merupakan medium zat-zat lain yang diangkut dari satu sel ke sel lain di dalam tanaman. Tanaman yang kekurangan air terlihat daunnya layu, apabila tanaman kemudian mendapat air dan tanaman segar kembali, maka kondisi ini disebut layu sementara. Apabila kerurangan air terus berlanjut maka berikutnya akan terjadi layu permanen, tanaman akan mati walaupun diberi air. Pengaruh stres air pada tanaman jahe dapat menurunkan jumlah klorofil dan kadar prolin (Bhosale dan Shinde 2011).
Berdasarkan hasil penelitian stres air oleh Bhosale dan Shinde (2011) pada tanaman jahe berasal dari benih jahe yang sudah tumbuh, kemudian ditanam di polybag selama 1 bulan lantas diperlakukan penyiraman 500 ml air dengan interval waktu 5, 7, 9 dan 11 hari, menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan stres air semakin besar penurunan klorofil (Gambar 1A). Jumlah klorofil daun pada interval pemberian air 11 hari menurun hingga menjadi 25% dibandingkan dengan interval pemberian air interval 5 hari. Penurunan jumlah klorofil akan menurunkan aktivitas fotosintesa, karena jumlah klorofil a berkorelasi positif dengan aktivitas fotosintesa (Ghasemzadeh et al. 2010) dan dampaknya adalah penurunan produktivitas tanaman.
Selain berpengaruh terhadap penurunan jumlah klorofil daun, stress air dapat meningkatkan kadar prolin daun dan rimpang tanaman jahe. Prolin adalah asam amino penting dalam tanaman. Tanaman jahe yang mendapat stres air, prolin dapat mencegah oksidasi sel-sel tanaman, selain itu prolin berfungsi sebagai regulator tekanan osmotik sel di dalam tanaman, berfungsi untuk menyerap air. Pada tanaman yang mendapat stress air dibentuklah prolin untuk mengatasi kekurangan air. Prolin banyak diakamulasi di dalam daun dibandingkan di rimpang, semakin besar tekanan stress air tanaman jahe semakin banyak prolin yang disintesa.
Stres air tanaman jahe dapat dikurangi dengan perlakuan pupuk hayati mikoriza arbuskula (Mycorrhyza arbuscular) (Bhosale dan Shinde 2011). Tanaman jahe pada kondisi stres air yang diperlakukan dengan mikoriza arbuskula jumlah klorofilnya meningkat dan kadar prolinnya menurun apabila dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipupuk mikoriza arbuskula (Gambar 1C dan 1D). Mikoriza arbuskula mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekurangan air melalui perubahan fisiologi tanaman. Selain membantu meningkatkan ketersediaan air, mikoriza aruskula dapat memperbaiki iklim mikro tanah sehingga dapat meningkatkan serapan hara P dan hara lainnya, dampaknya adalah partumbuhan tanaman meningkat.
INTENSITAS CAHAYA
Intensitas cahaya berpengaruh terhadap aktivitas pertumbuhan, perubahan morfologi dan karakter fisiologis, aktivitas metabolisme metabolit primer dan sekunder. Jumlah klorofil a, klorofil b semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat naungan dari 790 μmol m−2s−1 (setara dengan penyinaran penuh) menjadi 310 μmol m−2s−1 atau setara dengan naungan 60% (Table 1). Namun laju fotosintesa justru meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya 790 μmol m−2s−1 setara dangan kondisi tanpa naungan atau mendapatkan penyinaran secara penuh. Peningkatan jumlah klorofil tidak selalu berdampak terhadap peningkatan laju fotosintesa, hanya jumlah klorofil a yang berkorelasi positif terhadap laju fotosintesa (Tabel 2).
Konduktasi stomata meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya, berkorelasi positif dengan peningkatan laju fotosintesa, laju transpirasi, akumulasi biomas dan karbohodirat, yang mulai dari intensitas cahaya 310 μmol m−2s−1 atau setara dengan 60% naungan, 460 μmol m−2s−1 setara dengan 40% naungan, 630 μmol m−2s−1 setara dengan 20% naungan, hingga mendapat penyinaran penuh (790 μmol m−2s−1), diduga dengan mendapatkan penyinaran penuh (790 μmol m−2s−1) produktivitas jahe adalah yang tertinggi. Namun tanaman jahe mampu tumbuh di bawah naungan hingga 30% (Rostiana et al. 2005) dengan konsekuensi produktivitasnya tidak maksimal.
Intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap akumulasi biomas, dengan meningkatnya intensitas cahaya akumulasi biomas jahe meningkat secara nyata. Akumulasi biomas jahe tertinggi diperoleh apabila ditanam di bawah intensitas cahaya sebesar 800 umol m-2s-1. Intensitas cahaya 790 umol m-2s-1 dapat meningkatkan pertumbuhan dan akumulasi biomas tanaman jahe, karena meningkatnya asam salisilat pada tanaman. Asam salisilat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada asam salisilat (100 ppm) dapat meningkatkan tinggi tanaman, luas daun, laju pertumbuhan tanaman dan total produksi bahan kering pada tanaman jagung (Nagasubramaniam et al. 2007). Jeyakumar et al. (2008) melaporkan bahwa asam salisilat (125 ppm) mampu meningkatkan produksi bahan kering.
Laju fotosintetis, konduktansi stomata dan laju transpirasi meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya. Pada intensitas cahaya rendah (310 umol m-2s-1), konduktansi stomata rendah dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di bawah intensitas cahaya yang tinggi (790 umol m-2s-1). Pengaturan buka tutupnya stomata sangat penting dalam Karbohidrat terlarut meningkat secara nyata dengan meningkatnya intensitas cahaya, mempunyai korelasi positif antara laju fotosintesa dengan karbohidrat terlarut dan sebaliknya antara flavonoid dengan karbohidrat terlarut. Intensitas cahaya yang tinggi (790 μmol m-2s-1) karbohidrat meningkat melalui peningkatan laju fotosintesa, sehingga sintesa fenolat dalam jahe juga meningkat. Terdapat korelasi positif yang sangat nyata antara total fenolat dan karbohidrat terlarut. Jahe dengan kandungan asam salisilat tinggi memiliki kandungan karbohidrat terlarut yang semakin tinggi. Hal ini menunjukan bahwa asam salisilat mengatur translokasi antara source - sink dan menyebabkan peningkatan gula total terlarut. Intensitas cahaya juga mempengaruhi kandungan flavonoid dan fenol, pada tingkat intensitas cahaya rendah (310 μmol m−2s−1) flavonoid dan penol di daun maupun di rimpang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas cahaya penuh (Tabel 3). Budidaya jahe untuk menghasilkan metabolit sekundar yang tinggi, maka jahe ditanam di bawah naungan, dan sebaliknya apabila ingin mendapatkan produksi rimpang tinggi jahe tanpa mengindahkan bahan bioaktf maka jahe di tanam di tempat yang mendapat penyinaran matahari penuh.
Intensitas cahaya berpengaruh terhadap aktivitas pertumbuhan, perubahan morfologi dan karakter fisiologis, aktivitas metabolisme metabolit primer dan sekunder. Jumlah klorofil a, klorofil b semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat naungan dari 790 μmol m−2s−1 (setara dengan penyinaran penuh) menjadi 310 μmol m−2s−1 atau setara dengan naungan 60% (Table 1). Namun laju fotosintesa justru meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya 790 μmol m−2s−1 setara dangan kondisi tanpa naungan atau mendapatkan penyinaran secara penuh. Peningkatan jumlah klorofil tidak selalu berdampak terhadap peningkatan laju fotosintesa, hanya jumlah klorofil a yang berkorelasi positif terhadap laju fotosintesa (Tabel 2).
Konduktasi stomata meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya, berkorelasi positif dengan peningkatan laju fotosintesa, laju transpirasi, akumulasi biomas dan karbohodirat, yang mulai dari intensitas cahaya 310 μmol m−2s−1 atau setara dengan 60% naungan, 460 μmol m−2s−1 setara dengan 40% naungan, 630 μmol m−2s−1 setara dengan 20% naungan, hingga mendapat penyinaran penuh (790 μmol m−2s−1), diduga dengan mendapatkan penyinaran penuh (790 μmol m−2s−1) produktivitas jahe adalah yang tertinggi. Namun tanaman jahe mampu tumbuh di bawah naungan hingga 30% (Rostiana et al. 2005) dengan konsekuensi produktivitasnya tidak maksimal.
Intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap akumulasi biomas, dengan meningkatnya intensitas cahaya akumulasi biomas jahe meningkat secara nyata. Akumulasi biomas jahe tertinggi diperoleh apabila ditanam di bawah intensitas cahaya sebesar 800 umol m-2s-1. Intensitas cahaya 790 umol m-2s-1 dapat meningkatkan pertumbuhan dan akumulasi biomas tanaman jahe, karena meningkatnya asam salisilat pada tanaman. Asam salisilat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada asam salisilat (100 ppm) dapat meningkatkan tinggi tanaman, luas daun, laju pertumbuhan tanaman dan total produksi bahan kering pada tanaman jagung (Nagasubramaniam et al. 2007). Jeyakumar et al. (2008) melaporkan bahwa asam salisilat (125 ppm) mampu meningkatkan produksi bahan kering.
Laju fotosintetis, konduktansi stomata dan laju transpirasi meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya. Pada intensitas cahaya rendah (310 umol m-2s-1), konduktansi stomata rendah dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di bawah intensitas cahaya yang tinggi (790 umol m-2s-1). Pengaturan buka tutupnya stomata sangat penting dalam Karbohidrat terlarut meningkat secara nyata dengan meningkatnya intensitas cahaya, mempunyai korelasi positif antara laju fotosintesa dengan karbohidrat terlarut dan sebaliknya antara flavonoid dengan karbohidrat terlarut. Intensitas cahaya yang tinggi (790 μmol m-2s-1) karbohidrat meningkat melalui peningkatan laju fotosintesa, sehingga sintesa fenolat dalam jahe juga meningkat. Terdapat korelasi positif yang sangat nyata antara total fenolat dan karbohidrat terlarut. Jahe dengan kandungan asam salisilat tinggi memiliki kandungan karbohidrat terlarut yang semakin tinggi. Hal ini menunjukan bahwa asam salisilat mengatur translokasi antara source - sink dan menyebabkan peningkatan gula total terlarut. Intensitas cahaya juga mempengaruhi kandungan flavonoid dan fenol, pada tingkat intensitas cahaya rendah (310 μmol m−2s−1) flavonoid dan penol di daun maupun di rimpang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas cahaya penuh (Tabel 3). Budidaya jahe untuk menghasilkan metabolit sekundar yang tinggi, maka jahe ditanam di bawah naungan, dan sebaliknya apabila ingin mendapatkan produksi rimpang tinggi jahe tanpa mengindahkan bahan bioaktf maka jahe di tanam di tempat yang mendapat penyinaran matahari penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar